Vincenzo Montella (Getty Images/Mario Carlini)



Semasa menjadi pemain di era 90-an hingga 2000-an, Vincenzo Montella cukup punya nama. Mungkin tidak setenar kompatriot sesama Italia seperti Roberto Baggio, Francesco Totti atau bahkan Filippo Inzaghi. Namun Montella tetap dikenal sebagai bagian dari kebesaran AS Roma.
Kini Montella telah berganti status menjadi pelatih. Jam terbangnya masih sangat minim, usia pun masih sangat muda -- 37 tahun. Namun, Montella mulai kebanjiran pujian. Tak kurang dari Marcello Lippi menaruh rasa kagum lewat tulisannya di koran La Gazzetta dello Sport. Demikian pula presiden Lazio, Claudio Lotito.

Montella memulai karir pelatihnya di Roma Junior selepas pensiun sebagai pemain pada 2009. Hanya butuh dua tahun, Montella didaulat menjadi pelatih sementara Roma Senior untuk menggantikan Claudio Ranieri.

Di akhir musim 2010-2011, Montella harus rela pergi dari klub yang membesarkan namanya. Dia kemudian berlabuh di klub Sicilia, Catania. Di klub inilah, Montella mulai dianggap sebagai pelatih masa depan Italia.

Menyisakan 8 pertandingan musim ini, Catania masih nyaman di posisi 8 Serie A dan tengah membidik tiket ke Liga Europa musim depan. Tidak mudah, tetapi juga tidak mustahil bagi klub yang justru berada di bawah bayang-bayang Catania American Football.

Nama Montella makin melambung di tiga pekan terakhir Serie A setelah Catania menumbangkan Lazio 1-0, menahan Napoli 2-2 dan menghambat AC Milan 1-1 -- terlepas dari isu kontroversial wasit.

Montella disenangi publik negeri pizza karena mengusung skema modern sepak bola Italia yang rancak dalam menyerang. Sedangkan pers Italia memujinya setinggi langit lantaran berhasil melampaui target menghindari degradasi di awal musim menjadi kandidat menuju Liga Europa. 

Di tangan Montella, Catania untuk pertama kalinya mengumpulkan poin 43, mencatat 10 kemenangan dan kalah tujuh kali hanya dalam waktu 30 pekan. Sebagai perbandingan, rekor poin tertinggi yang pernah dicatat Catania dalam semusim adalah 46.

Lalu apa resep teknis Montella?

Sejumlah pengamat melihat kejelian L'aeropanino, julukan Montella, dalam menyikapi kesalahan. Di awal musim, Montella menggunakan skema menyerang 4-3-3. Dia mengaku gagal dengan skema tersebut dan menggantinya dengan 3-5-2 atau 3-4-3 hingga kini yang ternyata lebih menjanjikan.

Montella juga diketahui gemar berdiskusi tentang taktik dan strategi dengan para pemainnya. Munculnya Francesco Lodi sebagai playmaker Catania juga hasil dari obrolan Montella dengan skuadnya. Mungkin karena usianya yang tidak terpaut jauh dengan pemainnya sehingga seperti tak ada jarak dalam berdiskusi. Bahkan kapten Nicola Legrotagglie hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Montella.

Tapi seiring menanjaknya prestasi Catania, Montella pun menjadi bahan gosip incaran banyak klub. Dua klub yang konon tertarik merekrutnya adalah Napoli dan Lazio. Sebuah kewajaran jika melihat potensi dalam karirnya yang masih seumur jagung.

Seperti kebetulan, pemilik klub Nino Pulvirenti sudah setuju andai Montella ingin pindah ke klub yang lebih besar. Pulvirenti dan manajer umum Pietro Lo Monaco pasti paham bahwa Montella membutuhkan anggaran lebih besar andai Catania lolos ke Liga Europa. Padahal kedua petinggi itu dikenal sangat realistis dalam membelanjakan uang. Mereka lebih senang membeli pemain murah, kebanyakan dari Argentina, yang sesuai dengan anggaran mereka.

Untuk sementara, Montella pasti belum memikirkan masa depannya. Dia masih fokus mengantar Catania ke Eropa. Dia tentu ingin menggali pengalaman dan terbang setinggi mungkin.

Related Post :